Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai kebijakan pemerintah kontraproduktif di era resesi dan pandemi Covid 19. Kebijakan yang dimaksud soal PMK Nomor 6/PMK.03/2021 tentang penghitungan dan pemungutan PPN serta PPh atas penyerahan/penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token dan voucer. "Padahal, saat ini pemerintah meminta masyarakat untuk menggunakan internet dan bekerja dari rumah (Work From Home) sehingga membutuhkan banyak banyak pulsa data atau nomor perdana. Karena itu, kebijakan ini dianggap merupakan beban baru bagi masyarakat," tutur Bhima kepada wartawan, Sabtu (30/1/2021)
Menurut Bhima, kebijakan ini akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. "Artinya masyarakat harus dipaksa terus menggunakan internet atau telekomunikasi dan dengan kenaikan harga itu dia akan mengurangi pemakaian atau konsumsi barang barang yang lain. Sehingga ini menjadi beban bagi masyarakat," kata Bhima. Selain itu, sambung Bhima, selama ini masyarakat juga sudah dibebankan dengan kenaikan materai.
Maka ditambah dengan kenaikan harga PPN ini beban masyarakat tersebut pasti akan bertambah. Di negara lain, menurut Bhima, pemerintahannya besar besaran memberi subsidi kepada rakyatnya. Di negara kita, justru hal tersebut berbanding terbalik.
"Di negara lain pemerintahannya memberi subsidi kepada perusahaan telekomunikasi sehingga mereka bisa menambah jaringan untuk daerah terpencil dan terluar. Namun di negara kita justru yang dilakukan adalah kebalikannya," imbuh Bhima. Bhima menekankan kebijakan ini justru akan menghambat proses digitalisasi dan transformasi digital yang digembar gemborkan pemerintah selama ini. "Kebijakan ini justru akan menghambat proses digitalisasi dan transformasi digital dengan pemberlakukan PPN terhadap pembelian pulsa maupun voucer tersebut," tandasnya.